Kamis, 18 September 2014

Pendakian Gunung Papandayan Garut (2.665 mdpl)

Kabupaten Garut merupakan tempat yang menarik bagi para pendaki. Kenapa? karena di Garut terdapat 3 gunung yang saling berdekatan dan memiliki panorama yang sangat indah juga track pendakian yang cukup menantang. Gunung-gunung tersebut adalah Gunung Cikuray, Gunung Papandayan dan Gunung Guntur.

Setelah berhasil melakukan pendakian Gunung Cikuray pada minggu sebelumnya, rencana pendakian selanjutnya  adalah Gn. Papandayan. 
Gunung papandayan yang bertipe Stratovolcano ini, saat sebelum meletus pada tahun 2002 lalu mempunyai empat buah kompleks kawah besar tapi setelah meletus kawah ini menyatu menjadi sebuah areal kawah yang cukup besar, dan kawah ini terlihat jelas dari kejauhan.

Setelah koordinasi dengan kawanku Joe di Bandung, pendakian ini akan diikuti oleh team anak-anak minang dari Jakarta dan Bandung. Persiapan pendakian sendiri telah disiapkan oleh teman-teman dari komunitas "Sahabat Ransel".

Jumat, 6 Juni 2014.
Pulang kerja dari Jakarta Pkl. 16.00  saya langsung mengarah ke Bandung untuk bergabung bersama team. Perlengkapan dan perbekalan untuk team sendiri semusnya sudah disiapkan oleh team yg berada di Bandung dan Garut. Jadi Rencananya saya tinggal packing kebutuhan sendiri, lalu bergabung bersama team.

Pkl. 20.00 saya dengan seorang teman di Bandung (Rangga) memutuskan untuk pergi ke garut duluan. Tujuannya adalah Basecamp nya GERHANA karena harus menjemput satu orang kawan dari garut sekalian istirahat. Malam itu saya habiskan waktu untuk istirahat mengumpulkan energi sebelum pendakian besok pagi-pagi sekali.

Sabtu, 7 Juni 2014.
Rombongan dari Jakarta dan Bandung lainnya tiba di Garut Pkl. 04.30. Kamipun bertiga dari Basecamp GERHANA bergabung dengan rombongan anak-anak minang dari Terminal Guntur untuk melanjutkan perjalanan ke parkiran gunung Papandayan. Dari parkiran tersebut rencananya kami akan memulai pendakian gunung Papandayan menuju kawah Papandayan. 
Kompleks kawah gunung Papandayan bisa didatangi oleh masyarakat umum yang bukan pendaki gunung sekalipun, ini dimungkinkan karena adanya jalan aspal yang mulus yang membentang dari bawah hingga kedekat kawah gunung ini.

Pkl. 07.00 kami telah sampai di plataran parkir papandayan, istirahat sebentar di salah satu warung sambil sarapan. Pkl. 08.00 kami memulai pendakian menuju kompleks kawah papandayan. Kompleks kawah papandayan dari parkiran tidak terlalu jauh jaraknya, kurang lebih 30 menit.

Pemandangan pagi hari di kompleks kawah ini begitu indah, bebatuan yang warna-warni di sinari matahari pagi menciptakan suasana yang tidak biasa. Dari kejauhan terlihat kepulan asap tebal dari pusat kawah.
Landscape Kawasan Kawah Papandayan - Garut.
Dari kompleks kawah papandayan perjalanan kami lanjutkan, tujuan selanjutnya adalah Alun-alun Pondok Saladah. Alun-alun Pondok Saladah adalah Camping Ground nya Gunung Papandayan. Para pendaki atau wisatawan biasanya mendirikan tenda disana. Perjalanan dari kompleks kawah ke Pondok saladah kurang lebih memakan waktu 90 menit.

Sepanjang perjalanan dari kompleks kawah ke Pondok Saladah kita akan disuguhkan oleh pemandangan yang sangat indah. Perjalananpun tidak akan terasa capek karena kita disuguhi pemandangan yang luar biasa.

Pkl. 11.00 kami sudah sampai di pondok saladah. Pondok saladah sendiri adalah camping ground dengan lapangan yang luas. 
Hari itu pondok saladah sangat ramai. Banyak sekali para pendaki yg mendirikan tenda, mungkin memang sedang musimnya. Kami sempatkan untuk menyapa beberapa pendaki yg ada di pondok saladah pada saat itu. Setelah istirahat sebentar dan berbincang-bincang dengan pendaki lainnya, kami mulai menyiapkan makan siang dan mendirikan tenda.
Perjalanan menuju alun-alun pondok saladah.

Landscape dari alun-alun pondok saladah.
Di pondok saladah banyak sekali tumbuh pohon cantigi dan beberapa mulai ditumbuhi  bunga edelwise. Sumber air dari pondok saladah tidak terlalu jauh karena ada aliran sungai. Disinilah tempat pavorit para pendaki papandayan mendirikan tenda.
Suasana Camp di Alun-alun Pondok Saladah - Papandayan.
Pkl. 13.00 Setelah makan siang dan mendirikan tenda, saya langsung merebahkan badan dan beristirahat sejenak mengumpulkan energi. Rencananya sore-nya kami akan naik ke puncak papandayan lalu turun ke Tegal alun-alun. Tegal alun-alun adalah lapangan luas yang ditumbuhi bunga edelwise, inilah padang edelwise terbesar di Jawa Barat, setelah di Gunung Gede dan Pangrango.

Pkl. 16.00 kami bangun lalu bersiap untuk pergi ke tegal alun-alun. Setelah bersiap dan bertanya rute yang harus kami lewati, kami (bertiga) memulai perjalanan. Untuk mencapai tegal alun-alun dari pondok saladah kita harus melewati sebuah rawa (tanah yang berlumpur), lalu dengan menyusuri aliran sungai kering disepanjang tebing yang mengarah ke puncak papandayan. Dari kejauhan aliran sungai kering ini terlihat jelas.
Perjalanan untuk sampai puncak papandayan dari pondok saladah cukup melelahkan, karena kita berjalan disela-sela pohon cantigi yang rapat dan menanjak.

Kami sampai puncak Pkl. 17.30, hari sudah mulai gelap dan penerangan yang kami bawa terbatas. Setelah berdiskusi dengan teman-teman kami putuskan untuk turun kembali dan tidak melanjutkan perjalanan ke Tegal alun-alun khawatir takut akan sampai pada saat hari sudah gelap. Dari puncak papandayan terlihat pemandangan death forest (hutan mati) yang indah. Dari puncak kami turun kembali ke pondok saladah.

Minggu, 8 Juni 2014.
Bangun pagi lalu bersih-bersih badan di sungai yang ada di pondok saladah, sungainya masih sangat asri dan bersih. Kami mulai menyiapkan sarapan dan berkemas untuk turun.
Setelah selesai berkemas, kami putuskan untuk turun duluan dan berpisah dari rombongan team anak-anak minang karena kami akan bermain-main dulu di kawasan Death Forest (Hutan Mati).

Kawasan hutan mati dipapandayan begitu indah, pohon-pohon yang terbakar akibat letusan papandayan dibiarkan dan tidak dipugar, terlihat seperti hutan kering yang tidak dapat ditumbuhi pohon-pohonan.
Pemandangan di death forest papandayan.
Dari death forest kami lanjutkan untuk turun ke parkiran. Jalur turun kami rubah, tidak menggunakan jalur pada saat naik. Kami memilih jalur yang pendek, tapi cukup terjal karena kita berjalan menurun di bibir kawah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar